Selasa, 13 Januari 2009

Kesimpulan pada Pedoman Pengelolaan Aspek Manusia dalam Penelitian Masyarakat

Dilihat sepintas lalu, tidak mungkin ditarik kesimpulan umum dari buku ini karena isinya terlalu berbeda-beda. Kebangsaan, kepribadian, dan fakultas para pengarangnya berbeda. Demikian pula topik dan tempat penelitian mereka. Sementara ada peneliti yang bekerja sendirian, yang lainnya bekerja berkelompok; ada yang menghabiskan waktu beberapa hari saja di lapangan, ada yang sampai tahunan; ada yang menggunakan tape recorder, yang lainnya tidak. Bahkan peneliti yang sama mempunyai pengalaman yang berbeda: apa yang dapat dicapai Koentjaraningrat di Negeri Belanda tidak dapat dicapainya di Irian Jaya atau di Jawa Tengah. Bahkan di dalam lingkungan Jawa Tengah sendiri - malahan di dalam organisasi religius yang sama pengalaman penelitian van Ufford sangatlah berbeda dari satu tempat dengan tempat lain.

Namun demikian, kalau dipikirkan lebih lanjut, perbedaanperbedaan ini mengandung pelajaran, yaitu bahwa:

1. Metode-metode penelitian sosial bukanlah sederetan aturan seragam yang

berlaku di mana-mans, tinggal diterapkan saja mentah-mentah di lapangan.

Metodologi penelitian sosial bukanlah sebating kunci yang dapat digunakan oleh siapa pun juga untuk membuka gembok mana punmaksudnya untuk memecahkan persoalan apa pun. Metode-metode penelitian sosial terdiri dari banyak kunci yang berbeda-beda, yang di tangan orang-orang tertentu bisa membuka gembok-gembok tertentu pula. Suatu penelitian tidak bisa dijamin sebelumnya bahwa pasti akan berhasil. Terlalu banyak hal yang tergantung dari kemampuan pribadi seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang tidak dikenal dan selalu berubah-ubah. Kemujuran pun tak. kurang membantu: Hujan yang turun di Mehara (Sawu) pada pertengahan Februari 1975, karena mengakhiri kekeringan, dapat melenyapkan sisa-sisa kecurigaan penduduk setempat terhadap Nico L. Kana. Dapat dibayangkan betapa malang nasib beliau seandainya kekeringan itu berlarut-larut lagi.

Pedoman p~rtama tadi hendaknya jangan disalahartikan. Bahwasanya keberhasilan penelitian. sosial tidak tergantung pada aturan bukanlah berarti bahwa keberhasilan tersebut hanya dapat dicapai oleh orang yang "istimewa" dalam arti peka sekah akan lingkungannya; pandangan yang elitis begitu tidak bisa dibenarkan. Pandangan yang populis pun harus ditolak: seolah-olah karena kelangkaan resep penelitian sosial, maka siapa pun juga sudah mampu "memasak" dengan balk tanpa menghiraukan pedoman apa pun.'

Penelitian sosial bukanlah suatu 'seni yang bersifat intuitif, yang hanya terbuka bagi segelintir orang yang mempunyai bakat khusus untuk itu; namun juga bukanlah ilmu yang lenyap dengan rumus-rumus seksama yang bisa dilaksanakan oleh semua orang. Pengalaman para pengarang dalam buku ini menunjukkan bahwa kebenaran terletak di antara kedua pandangan tersebut.

2. Keberhasilan penelitian sosial memerlukan perkawinan antara sifat manusiawi dengan nilai ilmiah: daya cipta seseorang serta rasanya yang peka terhadap lingkungan hendaknya dipertajam dengan ketelitian serta ketepatan yang mantap.

"Kebanyakan dari sembilan belas buah kesimpulan yang akan disajikan lagi di bawah ini dapat dianggap sebagai perincian tentang cara bagaimana sebaiknya diserasikan segi "seni" dengan segi "ilmu" dalam menjalankan penelitian masyarakat. Sedangkan mengenai makna penelitian sosial, perlu dulu dijelaskannya, sebelum pedomanpedoman tersebut diuraikan. Dalam hubungan ini, akan dibedakan antara tiga tahap yang seharusnya dilalui oleh setiap proyek penelitian, yaitu persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian.

Bekerja di lapangan tidak sama dengan mengadakan penelitian. Penelitian adalah proses belajar yang dimulai ketika peneliti untuk pertama kali berpikir mengenai topik yang akan diteliti. Proses itu berlarijut dengan penetapan masalah penelitian dan pengumpulan fakta serta pendapat yang berhubungan dengan masalah tersebut. Proses itu belum berakhir sebelum data dianalisa, kesimpulan-kesimpulan ditarik, dan (kalau mungkin) pemecahan masalah itu ditemukan dan disampaikan kepada yang bersangkutan. Meskipun demikian, proses belajar itu belum tentu sudah selesai betul, kalau diingat kemungkinan setiap kesimpulan atau pemecahan masalah akan dapat menimbulkan pertanyaan baru untuk diteliti lebih lanjut.

Perlu ditekankan di sini pengertian tentang penelitian sosial sebagai proses yang melibatkan kegiatan berpikir dan menulis, sekaligus juga mengumpulkan data; meliputi baik tugas di perpustakaan maupun wawancara di lapangan. Jika tidak demikian, maka bagian yang biasanya paling mengasyikkan dari kegiatan itu - yaitu mendengarkan Para informan, menanyai responden, dan mengamati perilaku mereka - bisa disalah-mengerti sebagai keseluruhan. Kekehruan itu sangat mungkin terjadi khususnya jika, seperti halnya di Indonesia, lebih mudah diperoleh dana untuk tugas lapangan, di mana peneliti memang berbuat sesuatu daripada untuk persiapan, waktu is "hanya berpikir" untuk berbuat sesuatu ataupun untuk pelaksanaan, bila is "hanya berpikir" tentang apa yang sudah diperbuatnya.

Definisi penelitian yang diajukan David Penny dapat mengoreksi salah pengertian tersebut dengan menempatkan kegiatan berpikir pada tempat yang sebenarnya, yaitu sebagai inti pokok dari seluruh kegiatan penelitian. Bagi beliau penelitian berarti "berpikir secara sistematis mengenai jenis jenis persoalan yang untuk pemecahannya diperlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta" (Penny 1973: i). Bisa saja terjadi bahwa orang yang belum siap sudah mengumpulkan data yang tidak akan ditafsirkannya. Namun itu bukanlah penelitian namanya. Namanya pemborosan waktu dan uang.

Ada beberapa alasan mengapa sebelum tugas lapangan dimulai, seorang peneliti perlu terlebih dahulu mempelajari topik penelitian secara menyeluruh: Pengetahuan yang sudah dimiliki si peneliti sebelum turun ke lapangan membantu menghindarkan jangan sampai dia membuang waktu nanti memperoleh data yang sudah dikumpulkan dan diedarkan oleh peneliti lainnya. Seorang peneliti yang menemukan hal-hal yang sudah diumumkan tidak perlu berada di lapangan. Seharusnya dia di pusat arsip atau di perpustakaan; atau kalau data itu sudah tersedia dalam bentuk yang bisa dibaca dengan mesin, tetapi belum dianalisa, dia harus berada di terminal komputer.

Jika dia sudah berpengetahuan-tentang mata penelitiannya terlebih dulu, baru dapatlah si peneliti merencanakan tugas lapangan dengan kesadaran penuh, dan baru mampulah dia mengembangkan pengetahuan yang sudah ada. Memahami teori-teori yang relevan sebelum menyusun pekerjaan lapangan akan memungkinkan peneliti untuk menguji teori-teori tersebut sehingga dapat dipertimbangkan kegunaannya. Para informan setempat, khususnya yang lebih terpelajar dan berwibawa, termasuk Para pejabat, akan kurang suka bekerja sama dengan seorang "turis intelektual" yang jelas jelas belum slap. Istilah "turis intelektual" kiranya tepat, balk untuk orang asing yang penuh semangat tapi naif, yang ingin mempelajari "semuanya", maupun untuk mahasiswa Indonesia yang tingRal selama beberapa hari di desa sekedar untuk "liburan penelitian". Akhirnya, persiapan memungkinkan peneliti untuk menafsirkan nilai dan arti data yang sedang dikumpulkannya. Di lapangan, seorang penyelidik yang masih kurang menguasai pokok persoalan penelitiannya akan mudah "dikibuli" oleh mata dan kuping sendiri. Melihat dan mendengar belum tentu berarti mengerti.

Sebelum mengunjungi Roti dan Sawu, Fox menulis skripsi mengenai pulau-pulau itu yang sepenuhnya didasarkan atas data sekunder yang dikumpulkannya di Inggris, Negeri Belanda dan Amerika Serikat. Sete'lah Fox menguasai bahan kepustakaan Belanda, misalnya, baru dapatlah dia melangkah lebih jauh menuju pemahaman yang lebih sempurna mengenai sistem-sistem perkawinan di Indonesia Timur. Karelia sudah meresapkan buku dan bahan tertulis lainnya, sebelum terjun ke lapangan, maka siaplah Kana dan Melalatoa untuk memperluas serta mengoreksi, dan bukannya mengulangi saja, apa yang sudah diketahui tentang orang Sawu dan Gayo.

Banyak juga yang bisa kita pelajari dari pengalaman Lucas. Andaikata is tidak membaca sebelumnya mengenai gugatan yang diajukan terhadap orang-orang yang ditangkap di Pekalongan pada tahun 1946, mustahil dia dapat menanyakan perkara itu sewaktu mewawancarai salah seorang yang pernah terlibat di dalamnya. Andaikata sebelum ke lapangan Lucas lebih banyak lagi mencurahkan waktu di perpustakaan dan pusat arsip, mempelajari sejarah Pekalongan sewaktu di bawah kekuasaan Belanda dan jepang, pasti dia akan lebih mampu mengajukan pertanyaan yang tepat. Pendapat seorang wartawan yang dikutip oleh Lucas memang ekstrem, tetapi juga menyegarkan, karena bertentangan dengan anggapan umum bahwa data mudah terlihat dan gampang dipetik langsung oleh siapa saja, ibarat bunga liar yang berwarna cemerlang. Justru sebaliknya, menurut wartawan tadi: Sebelum Anda mewawancarai seseorang, Anda harus yakin bahwa pengetahuan Anda tentang pokok persoalan yang akan dibicarakan paling sedikit setaraf dengan pengetahuan orang yang hendak diwawancarai.

Dalam hal proyek riset yang akan dilaksanakan atas pesanan organisasi swasta ataupun pemerintah, sebaiknya dijelaskan dulu apa sebenarnya yang diinginkan oleh pihak pemesan dan mengapa diinginkannya.

Sebagaimana telah dikonstatir oleh julfita Rahardjo, pemesan penelitian bisa jadi kecewa kalau proyek riset itu tidak diselesaikan secepat yang direncanakan. Karena itu ada baiknya terlebih dahulu membuat perkiraan mengenai kemungkinan-kemungkinan keterlambatan sehingga rencana penelitian menjadi realistis dan dapat dipertanggungjawabkan. Berapa lama dibutuhkan untuk memperoleh izin? Jika tugas lapangan itu harus dilaksanakan selama musim hujan, berapa lama lagi waktu yang diperlukan? Berapa minggu atau bulan yang perlu disediakan untuk analisa dan penulisan?

Sering kali pemesan perlu diyakinkan betapa pentingnya menyediakan waktu yang cukup lama untuk tahap penyelesaian proyek. Jika tidak direncanakan waktu yang cukup buat penulisan, peneliti mungkin akan terpaksa melaporkan hasil-hasil pendahuluan yang belum matang, sebelum is sempat melihat sampai sejauh mana data khusus yang ditemukannya dapat dikatakan mewakili keadaan umum (representatio apalagi sempat mengartikan data itu dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan atau pilihan di antara kebijaksanaan.

Perlu juga diketahui maksud pemesan mengapa dia bersedia membiayai proyek penelitian itu. Tidak jarang terjadi bahwa yang mensponsori proyek mempunyai alasan yang samar (hidden agenda). Dua contoh yang agak luar biasa yang dapat saya uraikan berdasarkan pengalamati sendiri di Indonesia adalah sebagai berikut: Pada tahun 1974, di sebuah propinsi besar, ratusan mahasiswa diberangkatkan dari ibukota propinsi itu untuk meneliti kemiskinan di daerah pedesaan selama beberapa minggu. Selain bertujuan memperoleh data ilmiah yang dapat dipercaya dan digunakan untuk pembangunan, pemerintah daerah setempat, bermaksud pula untuk menentramkan suasana politik di kota itu, jangan sampai demonstrasi mahasiswa yang sudah tetjadi di Jakarta (peristiwa Malari) terulang lagi di daerahnya. Pada waktu yang sama di propinsi lain, sebuah lembaga perguruan tinggi diminta oleh seorang wahkota agar menyiapkan proyek riset yang dapat memberikan alasan ilmiah mengapa daerah kekuasaan behau harus diperbesar dengan jalan melepaskan beberapa kecamatan dari kabupaten terdekat untuk dimasukkan nanti dalam wilayah kotanya. Seakan-akan peranan penefti tinggal saja mencari fakta yang mendukung pendirian pejabat.

Jika alasan yang samar semacam itu tidak bisa diterima oleh peneliti, maka sejak awal dia harus mengemukakan keberatannya guna menghindarkan kekecewaan dan pertengkaran di kemudian hari. Bijaksanalah kiranya jika sebelumnya, bersama dengan pemesan, peneliti membuat perincian mengenai kriteria yang harus dipakai nanti pada saat menilai berhasil-tidaknya penelitian itu. Baik peneliti maupun pemesan harus sadar bahwa memperoleh kebenaran yang bermanfaat dan mensukseskan proyek pemerintahan belum tentu merupakan tugas yang sama.

Akhimya, peneliti harus mengetahui batas kemampuannya sendiri. Pengujian pendahuluan (pretest) biasanya dilaksanakan dalam arti menguji daftar pertanyaan untuk menyempurnakannya. Jarang juga pengujian pendahuluan dialamatkan kepada peneliti-peneliti sendiri guna meningkatkan mutu dari daya dan gaya mereka untuk bertanya. Padahal kalau mereka belum insyaf akan prasangka yang dimilikinya, atau belum tahu kelemahannya dalam hal mengadakan wawancara, maka jelaslah kurang tetjamin mutu hasil pekerjaan mereka nanti di lapangan.

Percobaan main peranan (role-playing) dalam arti mengadakan wawancara bikinan (simulated interview) merupakan salah satu Cara untuk melatih peneliti agar menjadi lebih sadar diri, sebagaimana telah dikemukakan oleh julfita Rahardjo. Cara lain lagi, misalnya: Pemimpin proyek beserta stafnya yang bertanggung jawab atas penuhsan pertanyaan dan penafsiran jawaban jawaban, supaya membuat daftar segi-segi latar belakang sosial, kepribadian serta pendiriannya yang dapat menjuruskan mereka ke arah yang salah sewaktu bergaul dengan informan atau menilai hasil wawancara. Dengan cara-cara seperti itu, hendaknya kekurangan-kekurangan tersebut akan dapat dikendalikan.

3. Pendek kata, seorang peneliti harus sekaligus mengetahui topik, mengenal pemesan, dan menguasai dirinya sendiri.

Di samping pengetahuan yang terlalu dangkal dan umum, ada juga bahaya lainnya yaitu persiapan yang terlampau mendalam dan khusus yang dapat mengakibatkan si peneliti menjadi kurang lincah (inflexible) dalam hal menyesuaikan diri dengan keadaan lapangan yang sesungguhnya. Di Jawa Tengah,, Koentjaraningrat memulai penelitiannya tentang perubahan sosial dengan membandingkan dua buah desa. Namun kesulitan yang dialaminya dalam memperoleh data mengenai topik riset itu akhirnya menggairahkannya untuk mengalihkan sorotannya kepada soal gotong-royong yang pada waktu itu menjadi masalah umum. Ternyata lebih mudah membicarakan hal gotong-royong dengan penduduk desa daripada membuka rahasia penghasilan atau pembelanjaan keluarga mereka. Di Irian Jaya, Koentjaraningrat berkeinginan meneliti sistem penanaman kopra rakyat setempat. Ternyata hasil kopra sudah begitu merosot karena kesulitan pengangkutan dan pemasaran sehingga sistem kopra tersebut praktis menjadi musnah, dan rencana semula terpaksa dibatalkan. Untung Koentjaraningrat dapat beralih tujuannya dengan memilih topik baru yaitu hubungan kekeluargaan. Waktu tiba di Sawu, baru diketahui Fox bahwa Termanu tidak memiliki sistem aliansi yang semula dikira akan dijumpainya, tetapi is pun mampu menggantikan pokok sorotannya menjadi nusak dan bini, yaitu susunan negara dan puisi yang ash.

Karena penelitian sosial merupakan pengalaman belajar, di mana si murid diharuskan untuk mengubah pengetahuan serta pendapatnya menjadi lebih luas dan tepat, maka seorang peneliti pun mesti mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru yang tidak diduga sebelumnya. Di Universitas Wisconsin di Madison, misalnya, para mahasiswa tingkat sarjana harus menyiapkan usulan proyek yang terperinci sebelum pergi ke lapangan. Namun mereka dianjurkan untuk tetap dapat dilentur (flexible) kalau niat mereka semula memang

tak mungkin dilaksanakan, malah sampai menggantikannya kalau perlu dengan pokok penelitian yang sama sekali baru. Adapun mengenai penelitian yang sudah dikontrakkan oleh organisasi pemesan, justru karena lebih sulit beralih haluan di tengah-tengah jalannya proyek, maka lebih penting lagi menjawab sebelumnya apakah topik yang menjadi sorotan utama daripada proyek itu akan dapat digali sebagaimana telah direncanakan.

4. Maka dapat disimpulkan bahwa, seorang peneliti sebaiknya merencana

kan tugas lapangan dengan seksama dulu, tetapi slap mengubah rencana tersebut jika menghadapi hambatan atau kesempatan yang tak terduga sebelumnya.

Pada tahap persiapan muncul juga masalah pilihan metodologi. Peneliti janganlah terlalu dipesonakan peralatan modern, misalnya komputer atau tape recorder, yang belum tentu mempermudah malah mungkin menghambat jalannya proyek. Lebih baik menentukan dulu topik mana yang akan diselidiki, dan baru kemudian memilih metode khusus yang paling tepat untuk menerangi pokok penelitian itu. Karma suami-istri Hull ingin menyelidiki sikap-sikap pribadi banyak orang dan mengetahui dengan persis keadaan rumah tangganya, maka mereka memilih metode kuantitatif, yaitu menghasilkan data dengan alat daftar pertanyaan yang diedarkan, diisi, dan diolah menjadi angka-angka untuk dianalisa secara statistik. Maka tepat sekali kalau Hull menggunakan komputer. Sedangkan Lucas berhasrat menjelajahi sampai sedalam-dalamnya kenangan beberapa orang saja yang khusus dipilihnya, sehingga is lebih suka menggunakan metode yang sifatnya kualitatif, yaitu mewawancarai orang secara percakapan, dalam suasana santai dan berterus-terang, sambil merekam jalannya tanya jawab dengan tape recorder, asal alat itu tidak mengganggu hubungan baik antara yang bertanya dengan yang ditanyai.

Data yang kualitatif, dari sampel yang cukup mewakili keadaan, memang memudahkan kita untuk memberlakukan pernyataan umum. Hanya saja, pernyataan umum itu Bering juga bersifat dangkal, disebabkan kurangnya waktu bagi anggota-anggota sampel, yang mungkin ratusan malah ribuan jumlahnya, untuk menjelaskan alas an di belakang jawaban pilihannya. Sedangkan statistik sosial-ekonomi-politik biasanya lebih membantu kita untuk menemukan pola struktural yang abstrak, daripada menggali makna pribadi pola itu bagi seseorang. Maka dapatlah kita simpulkan bahwa metode-metode kuantitatif dan kualitatif memang berbeda tapi tidak bertentangan melainkan seharusnya saling mengisi.

King, misalnya, menggunakan daftar pertanyaan yang sudah tersedia jawabannya (closed-ended), dalam arti responden diharuskan memilih jawaban mana yang paling menyerupai pendapatnya, agar supaya wawancara-wawancara yang sifatnya terbuka (open-ended), dalam arti responden diben kebebasan untuk menjawab sesuka hati, toh akan menghasilkan data yang dapat dibandingkan satu sama lainnya. Lucas mencari keseimbangan yang serupa: Sesuai dengan pedoman wawancara terbuka, dia bersedia mendengarkan spa saja yang diutarakan oleh para pelaku sejarah yang dia wawancarai, asal percakapannya langsung atau tidak langsung menyangkut Peristiwa Tiga Daerah. Namun tak lupa Lucas membawa daftar pertanyaan tertulis, supaya dapat ditanyakannya beberapa hal yang sama kepada semua orang pelaku itu, guns menjamin kemungkinan seluk-beluk peristiwa tersebut akan dapat diungkapkannya berdasarkan perbandingan jawaban jawaban yang berbeda atas pertanyaan yang sama. Dalam proyek suami-istri Hull, para petugas lapangan yang menghasilkan data kuantitatif dianjurkan juga supaya menuliskan data kualitatif pada kartu-kartu yang khusus tersedia untuk itu. Banyak di antara penulis buku bunga rampai ini yang sudah menguji mutu dari daftar pertanyaan mereka sebelum menjalankan penelitian yang sebenarnya, karena ingin tahu sejauh mana pertanyaan-pertanyaan itu diartikan oleh penjawab sebagaimana dikehendaki pengarangnya. Pengujian pendahuluan pun menuntut si peneliti untuk berusaha mempertinggi mutu alat kuantitatif dengan jalan memperhatikan arti kualitatifnya, sebagaimana telah dilakukan misalnya oleh suami-istri Hull dalam mempertajam cara mereka menanyakan ukuran keluarga yang diinginkan respondennya.

Uraian di atas menghasilkan dua pedoman lagi:

5. Metode harus disesuaikan dengan topik dan bukan sebaliknya.

6. Metode kuantitatif dan kualitatif dapat saling menunjang.

Kalau sudah menguasai masalah dan memilih metode, siaplah peneliti untuk terjun ke lapangan. Tetapi spa artinya ibarat itu? Bagaimana caranya memperkenalkan diri dengan keadaan di lapangan?

Tak seorang pun di antara pengarang buku ini yang dapat langsung saja.

masing pengarang sudah memegang izin kantor pemerintah atau organisasi swasta yang bersangkutan. Walaupun hanya orang asing yang diharuskan melakukan hal itu, namun Danandjaja dan Melalatoa dengan sengaja melakukannya juga. Alasannya ialah karma surat izin resmi akan selalu melindungi setiap orang peneliti, ash maupun asing, dengan jalan mensahkan tugasnya di mats rakyat dan pejabat setempat, jangan sampai dia dicurigai. Surat izin riset dapat juga melindungi orang-orang setempat dengan jalan mengurangi tanggung jawab mereka atas perbuatan peneliti yang belum tentu baik. Peneliti sendiri hendaknya selalu menjaga kepentingan masyarakat yang diselidiki, apalagi bila mereka diminta keterangannya mengenai hal-hal yang rawan, karma peneliti toh nanti akan pulang, meninggalkan mereka untuk merasakan segala akibat kunjungannya.

Keharusan mengurangi izin lewat jalur jalur resmi bisa memakan waktu lama dan menanamkan rasa frustasi di hati peneliti. Surat izin juga bisa membatasi ruang gerak seorang peneliti, seperti yang dialami King lantaran proyek riset beliau dinodai perkataan "politik". Dalam hal pemerintah menganggap rawan topik-topik tertentu, maka anjuran atau keharusan mints izin menimbulkan pertanyaan etis bagi peneliti: Apakah sebaiknya dia menyamarkan maksud yang sebenarnya guns mendapat izin, atau berterus terang saja dengan menanggung risiko ditolak? Pertanyaan yang meruncing, lebih-lebih dalam pikiran orang asing yang mengajukan permohonannya dari luar negeri. Karena jauh di seberang, maka sulit juga baginya untuk mengurangi kecurigaan pihak pejabat di dalam negeri. Bagaimanapun juga, pendekatan memerlukan kepercayaan pribadi, sedangkan menggugah apalagi memelihara rasa kepercayaan seperti itu membutuhkan banyak waktu.

Sifat resmi dari pendekatan permulaan peneliti dengan informannya terlihat dari cars bagaimana lazimnya dia diperkenalkan dengan lapangannya, yaitu oleh pejabat pemerintah tingkat nasional ataupun daerah. Pengalaman para pengarang buku ini juga menunjukkan kemungkinan besar bahwa pada awal penelitian lapangannya peneliti akan tinggal di rumah seorang pejabat setempat, misalnya kepala desa, atau di dekatnya. Karma perasaan anti pemerintah lebih sah di Barat daripada di Indonesia, dalam arti lebih dapat diterima di sans sebagai hal yang biasa saja, maka peneliti dari Barat mungkin sekali akan menyayangkan cars perkenalan di lapangan itu yang seakan-akan melibatkan dia dengan pemerintah, apalagi dilihat kemungkinan bahwa keterlibatan itu dapat menyebabkan para informannya enggan bicara.

Kemungkinan seperti itu memang ada. Tetapi kiranya tidak perlu juga bersikap terlalu mutlak dalam hal berurusan dengan pejabat. Bayangkan saja nasib si peneliti Barat, tadi andaikata dia berhasil masuk desa tanpa izin atau restu apa pun. Pastilah dia akan menemui kesulitan, bukan hanya dari pihak yang berwenang melainkan juga dari penduduk, yang akan mudah berpikiran kurang baik tentang dia atau ketakutan karena tidak tahu mengapa orang asing yang suka bertanya itu ada di tengah-tengah mereka. Oleh sebab itu peneliti sebaiknya menghargai hal perizinan dan hubungan resmi itu sebagai cara untuk mengurangi keheranan yang'biasanya ditimbulkan oleh kedatangan peneliti di lapangan, lebih-lebih apabila dia berasal dari luar negeri. Jika pejabat setempat sudah yakin bahwa dia tidak akan mempermalukan atau membahayakan siapa pun juga, maka diperbesar kemungkinannya disambut dengan balk serta dipercaya oleh anggota masyarakat lainnya. (Dan seandainya penduduk memang sangat merasa tidak aman di hadapan penguasa, biar peneliti itu punya surat resmi atau tidak, toh mereka akan segan berbicara terus terang sewaktu diwawancarainya. )

Bagaimanapun juga, peneliti sebaiknya sabar saja dan menahan diri. Bilamana ada pegawai setempat yang ditugaskan untuk ikut hadir sewaktu wawancara diadakan, misalnya, peneliti tidak perlu gelisah. Kebanyakan pegawai cenderung untuk kehilangan minat dan menarik diri begitu mereka tabu bahwa peneliti memang bermaksud baik. Semakin biasa dan jelas tidak berbahaya isi wawancara yang dilakukan, semakin cepat pihak ketiga tadi akan merasa lega dan mengundurkan diri. Inilah kiranya salah satu alasan untuk memulai di lapangan dengan mengadakan sensus atau mencatat data yang tercantum pada papan tulis di kantor pamong desa, sedangkan pembicaraan mengenai hal-hal yang peka supaya ditunda sampai saat suasana keakraban dan Baling percaya sudah tersusun. Dan lagi hubungan dengan pamong membuka kesempatan yang baik untuk memahami kehidupan, pandangan, dan prestasi mereka serta sebabnya mereka berkuasa.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diajukan pedoman tambahan lagi:

7. Meskipun dari segi hukum belum tentu diwajibkan, namun sangat dianjurkan berhubungan dengan pejabat pemerintah waktu memulai tugas lapangan, guna melindungi balk peneliti maupun informannya, dan dengan demikian memudahkan komunikasi yang terbuka di antara mereka berdasarkan rasa saling percaya.

Persisnya bagaimana menjalin pola kepercayaan itu merupakan masalah yang diperhatikan hampir semua pengarang buku ini. Betapa pentingnya waktu yang cukup tersedia untuk itu, sehingga oleh Fox dijadikan salah satu pokok utama dalam tulisannya. Ia menyarankan untuk mengadakan kunjungan berganda, masing-masing kalau bisa selama beberapa tahun, ke tempat yang sama. Hanya dengan cara tinggal lama di daerah sorotannya sempatlah is betul-betul mendalami pola hidup setempat, sehingga pada akhir perjalanannya yang kedua ke Indonesia Timur is mendapat kehormatan untuk mempersembahkan bini karangannya sendiri sewaktu upacara mengenangkan kembali almarhum gurunya. Pengalaman berkunjung kembali ke Roti malah disamakan Fox dengan rasa pulang ke kampung halamannya sendiri.

Pengarang-pengarang lain pun menggarisbawahi pentingnya peranan waktu. Lucas ternyata harus bertemu dengan masing-masing informannya paling sedikit dua kali: yang pertama untuk berkenalan, menghilangkan rasa kaget, dan menciptakan suasana akrab; yang kedua untuk melakukan wawancara yang sesungguhnya. Bagi julfita, kunjungan kedua dan ketiga ke rumah responden lebih berhasil dibandingkan yang pertama. Danandjaja dan Melalatoa beruntung mempunyai waktu masing-masing satu tahun. Kana pun berada di lapangan selama satu tahun, namun is menyayangkan tidak bisa tinggal lebih lama lagi guna menyaksikan upacara tahunan di Mehara lebih dari satu kali saja. Karelia hanya pada waktu upacara itu sedang berjalan, masyarakat setempat menjadi rela betul untuk menerangkannya.

Beberapa pengarang lainnya sudah berusaha menyesuaikan diri dengan pengertian waktu dan irama hidup setempat agar dapat memanfaatkan kesempatan sewakttz rakyat paling mudah dijumpai. Kesempatan semacam itu Bering juga terbuka pada waktu malam: bagi Koentjaraningrat di jawa Tengah, sewaktu ronda malam.di kampung; bagi Danandjaja di Bali, waktu terang bulan purnama. Di Maguwoharjo, di daerah pinggiran Yogyakarta, suami-istri Hull pun banyak menggunakan kesempatan sewaktu malam, yaitu jagongan; sedangkan mereka tidak mengadakan wawancara pada siang hari, karena dikira merepotkan responden yang mau beristirahat. (Di tempat Melalatoa, yaitu Gayo, justru sebaliknya malam hari merupakan waktu mati, karena penduduk sudah biasa untuk tidur sore hari biar rasanya tetap hangat.)

8. Untuk bisa berhasil, penelitian membutuhkan waktu, yang Bering melebihi perkiraan semula si peneliti, serta pilihan saat yang tepat, dilihat irama hidup masyarakat setempat, saat mana seorang informan akan paling mudah didekati

Nasehat tadi berlaku pula untuk ruang di mana penelitian diadakan. Kebun di dekat rumah kepala desa Celapar dan bangku prang-prang tua di Urk merupakan tempat berturut-turut di mana Koentjaraningrat mendengarkan obrolan pemuda-pemuda jawa atau nelayannelayan tua Belanda. Karena tempat penyulingan di belakang rumah Pak Mias menarik orang dari segala penjuru Termanu, maka bagi Fox tempat itu betul-betul memenuhi syarat sebagai lokasi untuk perkenalan dan percakapan.

9. Peneliti haruslah tahu akan tempat-tempat yang dida'tangi orang dan siapa yang biasa mendatanginya, sehingga terjalinlah hubungan sedapat mungkin atas dasar kebiasaan para informan sendiri.

Seorang peneliti bisa mencoba menyesuaikan diri dengan waktu dan ruang setempat. Namun ada juga sifat pada dirinya yang tak dapat diubah, misalnya jenis kelamin dan latar belakang kesukuannya. Sedangkan penelitian bersama (team research) memungkmkan peneliri untuk menambah ciri khasnya sendiri dengan ciri khas anggota kelompok riset lainnya, sehingga diperluas kemampuannya mendekati informan yang banyak dan beraneka-ragam. Dalam proyek Julfita, sifat pewawancara dicocokkan dengan sifat orang yang diwawancarai, guna memupuk hubungan batin yang erat: ibu diwawancarai ibu. Muslimin dikunjungi Musfmin, dan responden Tionghoa pun didekati sesamanya. Namun demikian, menurut pengalaman julfita, sewaktu pewawancara diberi penjelasan mengenai urusan intim suami-istri yang akan ditanyakannya nanti (dengan melaksanakan Pedoman 3 di atas supaya peneliti betul-betul menguasai topik), ternyata kehadiran orang asing yang menguraikan tentang hal yang peka itu justru memberanikan para pewawancara untuk membuka hati dan berbicara.

Apakah para responden akan lebih mudah mengeluarkan pendapat yang sebenarnya kepada "orang dalam" seperti mereka sendiri, yang kemungkinan besar telah mengalami apa yang mereka sendiri alami, dan sudah tahu bagaimana mendekati masyarakat setempat sesuai dengan cara mereka bergaul di antara sesamanya? Ataukah justru lebih mudah bicara terus-terang di hadapan orang asing yang bukan seperti mereka sendiri? Apakah ciri khas peneliti asing sebagai "orang luar" (Koentjaraningrat mengutip Powdermaker, 1966) menyebabkan dia menjadi lebih obyektif, kurang terlibat dalam ketegangan-ketegangan yang mungkin ada di antara para responden dengan sesama saudara atau tetangganya, dan dengan demikian lebih berhasil mengajak informan untuk membicarakan masalah yang rawan?

Dengan berpijak pada argumentasi yang terakhir itu, suami-istn Hull ternyata memilih sebagai pewawancara prang-prang dari luar desa yang disehdikinya. Namun Danandjaja di Bali menyayangkan bahwa kepadanya diperbantukan seorang asisten penelitian yang bukan penduduk asli setempat. Sedangkan Melalatoa, yang memilih dua asisten untuk mengadakan wawancara di kampung mereka sendiri, mendapat kesulitan karena beberapa informan tidak mau menerima asisten itu lantaran dianggap kurang berbobot disbanding kan dengan Melalatoa. Dalam hal demikian, Melalatoa terpaksa melakukan wawancara sendiri.

Maka dari itu, menjalankan riset bersama ada untung-ruginya. Sudah jelas misalnya bahwa pembentukan kelompok peneliti berakibat melebazkan jurang pemisah antara pihak ilmuwan dengan prang-prang setempat yang hendaknya didekati. Semakin banyak asisten, semakin penelitian itu berupa organisasi tersendiri, seperti proyek pembangunan yang lengkap dengan pimpinan, staf, kantor, dan tetek-bengek administrasi segala. "Pembantu" yang sebenarnya tidak membantu, entah karena belum sanggup memahami kenyataankenyataan setempat (contohnya -asisten Danandjaja) atau beium bisa diterima oleh penduduk setempat atau terlalu banyak menuntut pengawasan (contohnya asisten Melalatoa), sebaiknya tidak dipilih untuk turut ke lapangan. Jika tidak, maka hilanglah unggulnya penelitian bersama dibandingkan riset yang dilakukan seorang diri saja, yaitu bahwa kelompok kerja dapat mengumpulkan lebih banyak data dalam jangka waktu yang sama. Jenis masalah penelitian itulah yang harus dijadikan dasar memilih apakah mengerahkan tenaga bantuan banyak atau sedikit, atau bekerja sendirian saja (lihat Pedoman 5). Suami-istri Hull menginginkan data yang banyak yang dapat dibandingkan (comparable), dan lagi waktu mereka terbatas sekali, sehingga terdoronglah mereka untuk mengadakan penelitian kuantitatif secara berkelompok. Sedangkan metode itu pasti tidak akan berlaku buat Fox .yang ingin mempelajari secara berpanjangan seluk-beluk puisi ash di ~ Roti.

10. Seandainya diperlukan ruang analisa yang luas (scope) di mana pernyataan umum dapat diciptakan dengan jalan mengadakan perbandingan (comparability), dan lagi waktunya di lapangan terbatas, maka pilihan riset bersama memang tepat, asal pemimpin proyek dapat berhasil mempekerjakan asisten yang pandai menyesuaikan diri, yang dapat bekerja keras tanpa terlalu banyak diawasi, dan yang mampu mempertajam penglihatan rekan-rekan serta pimpinan proyek - entah asisten itu berasal dari daerah yang akan diselidikinya atau tidak. Calon asisten sebaiknya disaring dulu oleh peneliti yang sudah cukup mengenal keadaan dan orang-orang di lapangan untuk bisa memilih tenaga yang tepat dan berbekalkan ketrampilan yang melengkapi kemampuan peneliti sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar