1. Pendahuluan
Mendengar kata antropologi, maka bayangan yang muncul dalam pikiran kita adalah orang-orang, balk prig maupun wanita, yang pergi ke bagian-bagian dunia yang masih terbelakang untuk mempelajari agama, bahasa dan sistem sosial dari bangsa-bangsa yang masih terbelakang. Kata sosiologi menampilkan bayangan masyarakat massa, penelitian sensus dan survei sampel dan perumusan teori mengenai cara-cara penduduk negara indttstri berhubungan dengan keluarga dan komunitasnya. Kata demografi mengingatkan kita akan seorang ahli statistik yang sibuk meneliti daftar angka-angka yang tak ada habis-habisnya untuk menghitung tabel kehidupan atau memperkirakan tingkat kesuburan suatu kelompok individu. Namun yang diabaikan dalam definisi-definisi tersebut, dan yang terdapat dalam semua bidang ilmu, ialah bahwa semua itu merupakan pendekatan terhadap studi tentang tingkah laku manusia yang pada suatu titik tertentu harus mengakui kenyataan bahwa sebagian terbesar dari umat manusia hidup dalam keluarga dan komunitas. Dalam menghadapi kenyataan itu setup cabang ilmu tadi telah memberikan sumbangan penting untuk memahami cars suatu bangsa bertindak dan alasan yang merupakan latar belakang tindakan ini. Namun pada kenyataannya ketiga gambaran yang disajikan di atas tadi kurang mencerminkan sifat aneka warm, yang terdapat dalam masing-masing disiplin ilmu sosial tersebut. Dewasa ini tidak jarang turgid bahwa ahli antropologi bukannya menyelidiki masyaraka primitif, melainkan kota-kota kosmopolitan. Ahli sosiologi tida jarang melakukan penelitian atas komunitas yang kecil sekali da bahkan ahli demografi kadang-kadang meninggalkan mesin hitung nya dan mengadakan penelitian lapangan. Banyak pendekatan pentin yang terjadi selama bertahun-tahun berasal dari orang-orang yan mengesampingkan batas-batas disiplin mereka yang sempit date menciptakan cara-cara baru untuk mengumpulkan dan menganalis
data. Dalam hal-hal tersebut fleksibilitas peneliti dalam menanggap' persoalannya semakin memperkaya ilmu. Demikian Pula motivasi yang menggarisbawahi keputusan untuk mengambil cara pendekata baru itu berasal dari penemuan bahwa buku pelajaran yang tradision sebagai penuntun dalam metodologi riset hampir tidak menjamin keberhasilan dalam memahami bagaimana sekelompok orang tertent
bertindak atau mengapa mereka mempunyai pola tingkah laku demikian.
Pada tahun 1971, waktu kami untuk pertama kalinya mempertim bangkan soal penelitian kesuburan dan keluarga berencana pad orang-orang jawa, kami merasa bahwa banyak cara yang biasa digunakan untuk mendekati masalah-masalah demografi akan sanga sukar dilaksanakan di jawa. Sensus terakhir telah dilakukan pada tahun itu dan untuk jangka waktu lama tidak akan dipublikasikan, sementara sensus-sensus sebelumnya sangat terbatas dalam ruang lingkup maupun pelaksanaannya. Meskipun program Keluarga Berencana telah didirikan sejak 1968, namun pada tahun 1971 belum ada catatan yang menyeluruh dan
Rintangan kami yang paling besar adalah kenyataan bahwa kami merencanakan mempelajari suatu topik yang sangat kompleks dan peka dalam suatu kebudayaan yang asing bagi kami. Kami bermaksud. mempelajari konsepsi orang jawa mengenai suami atau istri dan anak-anak, mengenai keyakinan dan adat-istiadat sekitar kelahiran dan mengasuh anak, dan mengenai status ekonomi dan sosial dalam hidup mereka, padahal kami sendiri belum pernah ke
berhasil mengumpulkan data yang benar mengenai topik tersebut. Namun banyak juga, termasuk penasehat kami, Dr. Masri Singarimbun, yang tidak berkecil hati dan rupanya yakin kalau kami dapat mengembangkan teknik yang tepat dan mendekati orang dengan sikap hormat dan hati terbuka, maka bahkan masalah yang sulit seperti kemampuan melahirkan dapat terjawab, setidak-tidaknya untuk sebagian, oleh dua orang asing yang tidak berpengalaman. Oleh karma itu pada bulan Pebruari 1972 kami tiba di Yogyakarta, lengkap dengan catatan-catatan, buku dan beberapa ide yang belum pasti, siap untuk mencoba mengadakan penelitian.
2. Sasaran dan Metode Dasar Penelitian
Tujuan utama kami adalah mempelajari tingkat kesuburan di daerah pedesaan Jawa dan perbedaan besar kecilnya keluarga pada berbagai keadaan sosial dan ekonomi. Selain itu kami ingin
Kami tidak menginginkan survei itu merupakan beban bagi
2.1. Organisasi Proyek Riset
Untuk memutuskan melakukan penelitian komunitas adalah relati mudah, tetapi untuk memilih komunitas yang tepat untuk diteliti adalah amat sukar. Waktu kami tiba di
indeks kesuburan di berbagai jenis pekerjaan. Kami tidak mau menelit' suatu daerah di mana semua wanitanya adalah istri petani sebab dengan demikian tidak cukup bahan untuk menarik kesimpulan mengena' wanita yang berasal dari status ekonomi yang berbeda-beda. Ka ' juga tidak ingin meneliti daerah yang terlalu miskin atau terlalu kay sebab hal itu akan mengakibatkan adanya bias dalam penemuan yan kami peroleh mengenai perbedaan kesuburan menurut tingkat sosi dan ekonomi. Jenis komuniti yang kami perlukan ialah yang mat pencaharian penduduknya beraneka-ragam dan merupakan perpadua dari segala macam ciri sosial, agama dan ekonomi yang terdapat d seluruh Jawa. Namun syarat itu sendiri berarti bahwa komunitas yan akan kami pilih tentulah luar biasa sekali, mengingat bahw kebanyakan desa di Jawa tidaklah beraneka-ragam melainkan terutam hidup dari pertanian dan biasanya miskin.
Data sensus itu memberikan beberapa petunjuk yang sanga berharga bagi penelitian kami.
Sampai pada titik itu lalu kami mengunjungi ketiga daerah tadi da mulai bertanya-tanya untuk mengetahui apakah para pejabat daerah mau beketja sama dan apakah pencatatan yang vital dan statistik
ekonomi yang disimpan di kantor desa itu lengkap. Secara khusus kami perhatikan agar daerah yang akan kami teliti itu memiliki statistik registrasi kelahiran yang cukup baik, sebab berdasarkan pengalaman para peneliti lain, kami mengetahui bahwa salah satu informasi yang sukar didapat dalam mengumpulkan data di daerah pedesaan Jawa adalah umur individu. Demi ketepatan perhitungan mengenai kesuburan kaum wanita di daerah itu penting sekali untuk mengetahui umur anak-anak meieka setepat mungkin, dan salah satu cars untuk menjamin hal itu ialah mempunyai catatan kelahiran anak sebagai slat untuk mengecek kebenaran jawaban pada survei itu.
Sesudah dua bulan mencari, memeriksa dan memeriksa ulang laporan-laporan dan statistik dari berbagai macam sumber, akhirnya kami memutuskan bahwa daerah terbaik untuk penelitian ialah Maguwohardjo, sebuah kelurahan di sebelah timur Yogyakarta, dekat sekali dengan pelabuhan udara. Maguwo mempunyai sifat-sifat yang kami inginkan dalam penelitian. Mata pencaharian penduduknya bermacam-ragam, termasuk petani penggarap yang tidak mempunyai sawah sendiri, petani, pejabat pamong praja dan karyawan Angkatan Udara. Maguwo juga mempunyai statistik yang kembali sampai tahun 1951, sehingga kami yakin dapat memperoleh perkiraan umur yang cukup tepat atas penduduk yang dilahirkan selama jangka waktu dua puluh tahun berselang.
Namun demikian mereka menyambut kami dengan cara yang melebihi apa yang kami harapkan dan yang pernah kami alami selama ini. Dengan demikian pada bulan April, sesudah kami berada di
2.2. Membentuk Tim Riset
Selama di lapangan kami tidak melakukan penelitian dua orang sendiri seperti yang biasa dilakukan para ahli antropologi, karena untuk menjalankan survei mendetail seperti spa yang kami inginkan i itu, kami memerlukan sejumlah tenaga pembantu yang cukup banyak untuk melakukan wawancara. Kami memutuskan bahwa agar tercapai tujuan yang telah kami gariskan yakni agar tim riset ambil bagian dalam kegiatan dan tats cara komunitas, maka asisten kami juga harus tinggal di desa. Namun kami merasa lebih baik kalau mereka tidak: dipilih dari penduduk tetap Maguwo sebab hal itu pasti akan. menimbulkan berbagai macam kesulitan. Misalnya, jika mereka atau. keluarga mereka terlibat dalam permusuhan yang telah berlangsung lama dengan penduduk desa lain, hal itu pasti akan menghasilkan bias dalam memperoleh wawancara. Kami juga berpendapat bahwa kami bekerja dengan asisten yang mempunyai motivasi yang lebih luas daripada hanya keinginan untuk menerima honor saja. Berdasarkan. pertimbangan-pertimbangan tersebut kami memilih 11 asisten dari kalangan mahasiswa Universitas Gajah Mada yang sedang menjalaniatau baru saja menyelesaikan tingkat sarjana.3 Mereka diminta tinggal di desa dan bekerja selama beberapa waktu tertentu setiap hari, namun mereka juga boleh menggunakan data mana pun dari itu untuk skripsi<>
Kedatangan para mahasiswa itu di desa menandai permulaan risen kami. Sebelum itu kami berdua telah menyelesaikan sebagian besar persiapan riset: menyiapkan rencana acara survei, mencari perabot~ rumah tangga dan peralatan lainnya, memperbaiki rumah dari meneruskan proses yang berkenaan dengan tetek-bengek administratif. Namun proyek itu baru benar-benar dapat dikatakan mulai ketika semua anggota tim telah berkumpul dan makan bersama untuk pertatna kalinya. Mengingat bahwa kami orang asing, maka jelas bahwa kebudayaan penduduk desa itu sama sekali asing bagi kami. Agak jelas juga bahwa para asisten kami itu pun merasa diri berada dalam lingkungan yang asing. Banyak di antara mereka belum pernah tinggal di desa, dan yang bapaknya orang desa pun kebanyakan termasuk keluarga yang bisa dikatakan cukup kaya. Sekarang mereka tidak hanya hidup bersama dengan kelompok asing, termasuk dua
orang bule, namun mereka juga menghadapi segi pedesaan dari kebudayaan mereka sendiri, dan bagi sebagian besar dari mereka, hal itu baru pertama kalinya mereka alarm.
Pada minggu-minggu pertama di lapangan tim riset harus memulai banyak tugas. Pertama-tams menjalin kerja sama dan hubungan dengan pamong desa dan tetangga. Kami menemui lurch, pamong dan para kepala Dukuh di kantor desa. Di situ kami diberi kesempatan menerangkan tujuan riset kami dan mints kerja sama mereka dalam menjalankan survei kami. Selain itu lurch menerangkan beberapa segi khusus dari organisasi desa di Daerah Istimewa
Di hari-hari pertama_ itu kami perlu juga mulai mengumpulkan bahan-bahan yang akan memudahkan kami menjalankan penelitian dan menambah pengetahuan kami mengenai susunan komunitas. Menyalin pets dan daftar tempat tinggal di kantor desa, mencatat
2.3. Struktur Survei
Telah kami utarakan bahwa survei itu akan dijalankan secara bertahap. Setiap tahap diharapkan menghasilkan tipe informasi yang konsisten dan secara relatif harus berlangsung singkat sehingga responden tidak merasa bosan atau lelah. Pendekatan serupa itu juga memungkinkan perbaikan atas kuestioner berikut atas dasar informasi dan kesalahan-kesalahan tahap sebelumnya. Oleh karena itu waktu kami merevisi dan mencetak survei ekonomi kami telah mengumpulkan banyak pengalaman dalam bertanya mengenai sekolah, pekerjaan dan susunan rumah tangga dalam sensus. Dengan demikian kami dapat mengembangkan informasi mengenai waktu senggang komunitas dan terutama metode-metode pengumpulan data semakin sempurna pada setiap tahap.
Tahap-tahap survei itu adalah sebagai berikut: Pertama, diadakan sensus dengan mengumpulkan informasi dasar dari anggota-anggota setiap keluarga di seluruh kelurahan. Kedua, dipilih sepuluh dari antara dua puluh desa untuk studi yang intensif dan dilakukan survei ekonomi untuk menentukan status ekonomi dari setiap keluarga dalam daerah yang telah dipilih itu. Wawancara selama survei itu dilakukan oleh para asisten pria. Dalam pada itu para asisten wanita mengumpulkan sejarah kehamilan dan perkawinan dari semua wanita di daerah yang dipilih itu yang berumur antara 15 dan 54 tahun. Tahap terakhir adalah survei sikap. Semua wanita yang menikah dan suaminya ditanyai mengenai sikap mereka terhadap besar keluarga, pertumbuhan penduduk, hubungan keluarga, migrasi, kontrasepsi, dan sebagai tambahan juga ditanyai mengenai penggunaan kontrasepsi mereka. Kaum wanita juga ditanyai tentang sejarah pekerjaan mereka, sedarigkan suami mereka ditanyai tentang pekerjaan anak-anak dalamekonomi keluarga. Dalam wawancara itu kaum wanita juga ditanyai tentang tindak lanjut sejarah kehamilan, termasuk pertanyaan tentang hal-hal yang menentukan jarak kehamilan dan praktek menyusui.
Ringkasnya, survei tersebut sungguh-sungguh intensif. Selain itu'' juga ekstensif, diadakan lebih dari 2400 sensus, 1300 survei ekonomi,; 1500 sejarah kehamilan, 900 survei tindak lanjut sejarah kehamilan dan~ 1800 survei sikap. Usaha semacam itu menuntut acara kerja yang padat' dari pihak tim riset, dan oleh karena itu banyak metode "informal" untuk pengumpulan data tidak dijalankan sebagaimana dikehendaki oleh para anggota tim. Namun acara yang padat itu Bering banyak juga manfaatnya. Pertama, menanamkan disiplin pada tim peneliti dan memaksa kami melangkah secara tetap. Selama berbulan-bulan bekerja keras menangani pekerjaan yang berhubungan dengan survei, tugas mengumpulkan data secara informal merupakan waktu luang yang cukup berguna. Kedua, survei itu memaksa tim untuk senantiasa rnemusatkan perhatian secara lebih tepat dan terus-menerus memperhalus sasaran proyek itu. Oleh karenanya informasi yang diperoleh dari sumber-sumber yang lebih informal juga cenderung untuk semakin terpusat. Akhirnya, tujuannya pun dapat dirasakan dalam komunitas. Para ahli antropologi sering mengalami bahwa setelah beberapa saat berada di lapangan,
3. Menerapkan Teknik-teknik Survei pada Sebuah Desa di Jawa
Riset telah diorganisasi, timnya telah terbentuk, dan survei dimulai pada bulan Juni 1972. Semuanya bed alan sesuai dengan rencana kami semula, dan kami semua merasa gembira karenanya. Pembaca mendapat kesan seakan-akan itu berarti bahwa proyek itu menyerupai mesin yang terawat baik: sekah dimulai, segalanya berjalan dengan sendirinya karena setiap "teknik" tinggal menerapkan secara bergantian tanpa penyimpangan atau kemacetan. Padahal kenyataannya jauh dari itu. Soal-soal kecil muncul setiap hari misalnya bagaimana suatu formulir harus diisi, apa yang harus dilakukan kalau yang ditanya tidak mau menjawab, pensil macam apa yang harus digunakan, pada hari Kenaikan Isa Almasih diadakan wawancara atau tidak, dan sebagainya. Semua persoalan semacam itu menuntut keputusan dan kerja sama anggota tim.' Namun perkembanganperkembangan semacam itu memang telah kami perkirakan sebelumnya, dan dalam rencana kami pun telah kami bayangkan akan adanya ratusan pefsoalan semacam itu, dan kami pun harus menerima kenyataan bahwa dalam menjalankan tujuan dasar proyek tersebut kami harus mengembangkan cars-cara untuk tetap mempertahankan fleksibilitas. Kecuali itu kami pun telah mengambil prinsip umum bahwa proyek itu harus selaras dengan pola dan irama hidup dalam komunitas baru kami itu. Dengan demikian banyak keputusan dapat diambil dengan begitu saja berdasarkan prinsip tersebut.
Hal-hal tersebut dapat digambarkan secara lebih jelas dengan menunjukkan beberapa persoalan yang muncul di lapangan. Persoalan tersebut ada dua jenis. Pertama adalah persoalan yang menyangkut metode untuk memperoleh informasi yang tepat. Misalnya, kami menghadapi persoalan yang berkaitan dengan membuat pertanyaan yang mempunyai makna dan bisa diterima oleh penduduk desa; singkatnya tahu apa yang harus ditanyakan dan bagaimana menanyakannya. Kami juga harus mengembangkan cara-cara membuat verifikasi dari informasi itu melalui pengecekan sumbersumber lainnya seperti catatan resmi, kata-kata tetangga, dan konsistensi dengan jawaban jawabannya terhadap pertanyaanpertanyaan lainnya. Persoalan jenis kedua berkaitan dengan pelaksanaan riset itu sendiri. Pada dasarnya persoalan ini berkisar sekitar pertanyaan bagaimana tim riset bisa semakin sejalan dengan komunitas? Secara relatif persoalan semacam itu mungkin jauh dari hal-hal seperti soliditas data dan tepatnya jawaban jawaban, namun sebenarnya semua itu merupakan inti dari metode studi komunitas.
4. Persahabatan, Penerimaan dan Partisipasi dalam Hidup Desa
Selama berlangsungnya survey ada rasa puas di antara para anggota tim, Setiap hari tumpukan hasil pekerjaan yang sudah dilaksanakan bertambah tinggi, dan perlahan-lahan masing-masing tahap survey itu diselesaikan dan tahap berikutnya dimulai. Hasil-hasil dari tahap sebelumnya ditabulasikan di lapangan, dan ini memungkinkan ka untuk pertama kalinya menyaksikan data yang menggembirakan, d untung ternyata dapat dipertanggungjawabkan. Pelaksanaan pekerja an itu menuntut banyak sekali tenaga kami: berjam jam kami gunaka untuk berwawancara setiap harinya, untuk pengecekan dan koding dan lagi juga harus disisihkan waktu untuk persiapan acara-acar berikutnya dan melatih para asisten mengenai cara-cara penggunaan nya. Survei itu merupakan pekerjaan yang menyita seluruh waktu ba setiap anggota tim, sehingga pada sore hari kami semua meras membutuhkan istirahat dan selingan.
Kadang-kadang kami juga merasa menyesal karena survei it' menyita begitu banyak waktu kami sehingga kami tidak semp melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh para ahli antropologi Kami jarang bisa menggunakan waktu berkepanjangan untu menyaksikan persiapan panen padi di suatu desa atau pergi ke suat tempat di mana sedang dicoba mesin baru. Kami sering ingin tingg lebih lama dan menyaksikan seorang pemahat mengukir batu ata seorang pandai besi, dan kami tidak bisa mengajukan pertanyaan pertanyaan mengenai pekerjaan dan pemasaran yang akan memberi
Dalam jagongan atau pertandingan badminton kami lalu bisa jug bicara mengenai "pekerjaan" kami sebagaimana halnya tetangga, tetangga kami bicara mengenai pekerjaan mereka. Memang pekerjaa kami agak lebih bersifat tersembunyi, namun pada umumnya merek tidak sukar bicara mengenai tumpukan kertas-kertas yang menggu nung dan acara-acara yang menarik perhatian mereka. Misalnya, suat sore menjelang matahari terbenam, seorang tetangga lewat di depa rumah dan mampir sebentar untuk mengobrol. Ia menggendon anaknya yang masih kecil dan menyuapinya dengan bubur. pembicaraan sampai pada survei ekonomi, dan ternyata bahwa beberapa hari sebelumnya is baru saja diwawancara. Saudara tahu, katanya, semua pertanyaan mengenai pekerjaan yang dilakukan anak-anak itu sebenarnya kurang kena. Yang penting bukannya jumlah yang dihasilkan untuk keluarga, melainkan alasan mengapa orang-orang tua menganjurkan mereka agar bekerja, dan biasanya ialah karena mereka mau mendidik dan melatih anak-anak bekerja keras sehingga mereka nantinya siap memasuki hidup sebagai orang dewasa. Pengamatan tersebut penting sekali, dan justru semakin rnenarik karena timbul begitu saja selama kami mengobrol. Sebagai akibat kejadian-kejadian semacam itu kami bisa semakin mengetahui bagaimana pandangan orang-orang yang diwawancxra mengenai survei tersebut, dan dengan demikian kami lebih siap untuk menganalisa hasilnya. Tambahan pula hal itu mempermudah penyusunan acara berikutnya dan menafsirkan jawaban jawaban yang kami terima dalam survei itu.
Sering kali terjadi bahwa meskipun kami tidak bicara mengenai survei, namun bahan pembicaraan perlahan-lahan berkembang, dari rasa ingin tahu mengenai asal-usul kami dan adat-istiadat kami, menjadi bahan riset dan akhirnya sesudah beberapa kali bertemu berpindah ke hal-hal "duniawi" yang biasanya menjadi bahan pembicaraan orang-orang desa. Seseorang jatuh dari potion kelapa, harga pupuk, rencana membangun hotel baru, biaya pendidikan dan organisasi kerja untuk suatu proyek kemajuan, semua itu menjadi bahan pembicaraan. Tentu saja kami tidak bisa menyumbang banyak dalam pembicaraan itu dengan gagasan=gagasan yang orisinal. Kami hanya duduk mendengarkan apa yang mereka katakan, dengan sekali-kali menyela mengajukan pertanyaan tentang latar belakang bahan pembicaraan itu, atau minta penjelasan.
Jagongan merupakan kesempatan paling baik untuk ikut serta dalam pembicaraan semacam itu karena pada umumnya jagongan dimulai pada pukul 21.00 dan berlangsung sampai lewat ftengah malam, kadang-kadang bahkan sampai menjelang subuh. Orang-orang duduk sambil main kartu, makan camilan dan dengan santai mengobrol tentang kejadian-kejadian yang masih hangat. Pada saat-saat semacam itu mustahil kita tidak mendengar sesuatu yang penting untuk proyek riset, sebab jarang terjadi bahwa orang-orang berkumpul tanpa membicarakan masalah-masalah keluarga, ekonomi, dan struktur masyarakat setempat.
5. Penilaian atas seluruh pengalaman Kerja Lapangan
Balam analisa terakhir kami berpendapat bahwa gabungan antay teknik-teknik yang digunakan oleh para peneliti survei dan para ah antropologi dengan setting pedesaan dapat dikatakan berhasil buka karena memberikan pengertian penuh kepada kami mengen kesuburan dan keluarga berencana dalam komunitas, melainkan karena memberikan pengertian yang lebih baik daripada yang bisa kani harapkan dari cara pendekatan lain mana pun, dengan biaya dan wakt yang sebanding. Kemajuan survei itu sangat didukung oleh pemusatan diri pada satu daerah geografi, dan dengan demikian memanfaatkal teknik-teknik verifikasi data yang sering kali menelan biaya yang sangat mahal dalam survei sampel yang luas. Salah satu comoh ialah penggunaan
Akhirnya tidak pernah boleh dilupakan, bahwa selama penelitian dan juga sekarang ini, kami tetap menjadi orang luar, meskipun kami dianggap teman, bagi komunitas di Maguwoharjo. Sebagaimana telah kami utarakan pada permulaan tulisan ini, tujuan kami ialah mengukur tingkah laku kesuburan dan keluarga berencana dari komunitas itu. Kami tidak pernah mencapai tingkat hubungan mendalam yang diperlukan oleh antropologi, yang misalnya mempelajari perasaanperasaan religius, dan kami juga tidak diterima sebagai anggota penuh komunitas itu. Namun kami toh berhasil mengembangkan persahabatan yang akrab, kami mempunyai banyak kenalan, dan lama-kelamaan kami pun dipercaya oleh sebagian besar komunitas. Akibatnya kualitas riset itu pun semakin bertambah dan kami semakin siap untuk menafsirkan hasil-hasilnya. Sekarang kami meninjau kembali pekerjaan itu, dan bertanya kepada diri sendiri, apakah itu sosiologi, antropologi, demografi, atau ketiga-tiganya sekaligus?
Mungkin pekerjaan itu mengandung unsur-unsur. dari masingmasing cabang ilmu itu, namun sewaktu kami berkecimpung dalam pekerjaan itu kami tidak pernah mempedulikan batas-batas disiplin ilmu tersebut. Kami mencoba mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting tanpa peduli akan disiplin ilmu yang akan menerangkan berbagai segi tingkah laku manusiawi, dan melakukannya dengan hormat tetapi tanpa kehilangan ketepatan. Rasa hormat merupakan kunci, bukan hanya untuk merancang dan mengajukan pertanyaanpertanyaan dalam survei secara berhasil, melainkan juga dalam setiap hubungan yang ada antara tim riset dengan komunitas. Memelihara rasa hormat menuntut empati yang semakin berkembang dan memaksa kami untuk mencoba memahami situasi yang dihadapi oleb; para tetangga kami dengan lebih baik. Dengan demikian dalam analisa. terakhir perkembangan hubungan saling menghormati memaksa. kami untuk menanggapi orang tidak hanya sebagai petani atau pejabat, sebagai orang Islam atau Kristen, kaya atau miskin, melainkan sebagai: individu-individu yang kompleks yang saling berbeda dalam hal harapan, kebutuhan, kekuatan dan kelemahan. Perpaduan antara teknik-teknik survei dan antropologi memungkinkan kami mengumpulkan data dengan cara yang pada hemat kami, paling mencerminkan sifat kaya dan kompleks komunitas tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar